Mengenal Dugderan, Tradisi Ramadan yang Hanya Ada di Semarang

7 komentar

Dugderan merupakan tradisi di Kota Semarang jelang Ramadan
Tidak terasa ya hari ini kita sudah bertemu dengan bulan Ramadan, bulan yang selalu dinanti dan membawa keberkahan tersendiri untuk umat muslim. Tentu berbagai persiapan untuk menyambut bulan suci ini telah kita persiapkan dengan sebaik mungkin, bahkan ada dari kita yang menyambut datangnya bulan Ramadan dengan melakukan hal-hal unik.

Namun, tahukah kalian bahwa di beberapa daerah terdapat tradisi untuk menyambut bulan suci Ramadan? Contohnya saja Semarang. Di Semarang, terdapat tradisi yang selalu ada jelang bulan Ramadan. Tradisi tersebut diberi nama dugderan.

Asal Muasal Dugderan

Dugderan berasal dari kata 'dug' dan 'der-an'. Dug merupakan bunyi bedug yang dibunyikan ketika akan memasuki waktu maghrib, sedangkan der-an diambil dari suara kembang api.

Dugderan pertama kali digelar sekitar tahun 1862-1881 oleh bupati Semarang saat itu, yakni Raden Mas Tumenggung Aryo Purboningrat. Hal yang melatarbelakangi adanya dugderan adalah ketidakseragaman masyarakat Kota Semarang dalam menentukan awal puasa. Oleh karena itu, Raden Mas Tumenggung Aryo Purboningrat menghelat suatu pesta untuk menengahi perbedaan tersebut dan agar terjadi keselerasan dalam menentukan awal puasa.

Kala itu Raden Mas Tumenggung Aryo Purboningrat membuka prosesi dugderan dengan membunyikan bedug sebanyak tujuh belas kali dan diikuti dengan suara dentuman meriam sebanyak tujuh kali. Perpaduan dua bunyi tersebut yang kemudian menciptakan istilah dugderan. Selanjutnya masyarakat akan berkumpul di alun-alun untuk mendengar sambutan dari bupati, sekaligus mendengarkan informasi mengenai awal puasa dari bupati dan imam masjid.

Pelaksanaan Tradisi Dugderan

Dugderan pada tahun 2023 digelar dari satu minggu sebelum puasa hingga H-1 puasa, yakni dari tanggal 10 hingga 21 Maret 2023. Kegiatan dugderan berpusat di Alun-Alun Kota Semarang yang terletak dekat Pasar Johar. Untuk tradisi dugderan sendiri, terbagi menjadi 3 agenda, yakni pasar dugder, prosesi pengumuman waktu awal puasa, dan kirab budaya Warak Ngendog.

Pasar Dugderan

Pasar Dugderan

Hal yang menjadi ciri khas dugderan ialah adanya pasar yang menjajakan berbagai makanan, pakaian, dan mainan. Biasanya anak-anak kecil menyukai pergi ke dugderan karena mereka dapat membeli mainan yang umumnya hanya dijumpai di dugderan, seperti mainan gerabah dan kapal otok-otok. Selain itu, juga disediakan mainan seperti di pasar malam yang sangat menyenangkan untuk dinaiki anak-anak.

Pada tahun ini tercatat ada 165 lapak yang memperjualbelikan kuliner, pakaian, mainan, hingga wahana permainan. Namun, berbeda dari tahun sebelumnya yang mana dugderan berada di depan Masjid Kauman, kali ini dugderan berpusat di alun-alun karena saat ini alun-alun Kota Semarang sudah diresmikan. Di samping itu, pemerintah juga ingin mengembalikan fungsi Masjid Raya Semarang sebagai tempat bertemunya para ulama dengan masyarakat.

Karnaval Warak Ngendog

Karnaval dugderan digelar 2 hari sebelum Ramadan, yakni pada 20 dan 21 Maret 2023. Pada 20 Maret 2023, karnaval dugder melibatkan siswa SMP sekota Semarang. Karnaval ini dilakukan pada waktu setelah asar dan selesai sebelum magrib, dengan start rute dari Simpang Lima hingga Taman Indonesia Kaya.

Prosesi dugder pada tanggal 21 Maret 2023 diawali dengan walikota Semarang, yakni Hevearita Gunaryanti Rahayu, yang menabuh bedug sebagai tanda awal Ramadan. Pada kesempatan ini, walikota Semarang memerankan Kanjeng Mas Ayu Tumenggung Purbodiningrum. Hal ini cukup berbeda dari tahun-tahun sebelumnya di mana walikota Semarang memerankan Kanjeng Raden Mas Arya Adipati Purbaningrat karena sebelumnya walikota Semarang adalah seorang pria. Pada karnaval ini juga terdapat tari-tarian tradisional sebagai hiburan.

Arak-arakan dimulai dengan para forkopimda menaiki kereta kencana untuk memulai perjalanan dari Balaikota Semarang menuju Masjid Agung Semarang. Arak-arakan ini memang tidak menggunakan kendaraan bermesin guna mengulang memori kolektif tradisi dugder pada masa Raden Mas Arya Adipati Purbaningrat, sekaligus untuk menjaga lingkungan.

Karnaval Ramadhan Semarang 2023

Dalam rombongan kirab, terdapat pasukan bergada yang dibagi menjadi empat kelompok, yakni Bergada Watang Ki Ageng Pandanara, Bergada Padang Temeng Surohadi menggolo, Bergada Badui, Reksanegara, dan Bergada Sorogeni Gandewo Suromenggolo. Setiap pasukan berganda beranggotakan empat puluh orang yang merupakan perwakilan dari tiap kecamatan di Kota Semarang.

Dalam arak-arakan tersebut juga tidak absen Warak Ngendog yang merupakan ikonik dugderan. Warak Ngendog merupakan perpaduan berbagai hewan, sekaligus simbol persatuan dari berbagai etnis di Kota Semarang. Perpaduan tersebut antara lain kambing {Jawa) pada bagian kaki, naga (China) pada bagian kepala, dan buraq (Arab) pada bagian badan. Warak ini memiliki bentuk tubuh yang berasal dari kertas berwarna-warni, lalu disisipi beberapa telur rebus sebagai interpretasi bahwa warak tersebut sedang bertelur.

Warak Ngendog sendiri berasal dari dua kata, yaitu 'wara' yang dalam bahasa Arab berarti suci dan 'ngendog' yang artinya bertelur. Sehingga Warag Ngendok memiliki filosofi bahwa siapa saja yang menjaga kesucian di bulan Ramadan, akan mendapatkan pahala di hari Raya Idul Fitri.

Makna Dugderan untuk Masyarakat Kota Semarang

1. Hiburan bagi masyarakat Kota Semarang

Dugderan menjadi hal yang paling ditunggu masyarakat Kota Semarang karena mereka dapat berjalan-jalan ke pasar dugder yang hanya digelar satu tahun sekali dan membeli barang-barang yang jarang ditemukan di hari biasa. Selain itu, masyarakat juga bisa menaiki wahana permainan yang tersedia. Tidak sampai di situ, masyarakat juga dapat menonton pertunjukan tari dan arak-arakan Warak Ngendog yang digelar kertika karnaval Ramadan.

2. Media dakwah untuk umat Islam

Sejatinya dugderan diselenggarakan sebagai tradisi untuk menentukan kapan awal puasa agar tidak terjadi perdebatan di kalangan masyarakat, Namun, dugderan juga dapat menjadi penggambaran rasa syukur atas datangnya bulan suci Ramadan dan pengokohan keimanan umat muslim.

3. Edukasi untuk anak-anak

Bagi anak-anak, dugderan dapat menjadi media edukasi akan pentingnya mempersiapkan diri untuk menyambut bulan puasa. Kehadiran Warag Ngendog sebagai ikon dugder yang penuh kesucian, dapat menjadi bahan belajar bagi mereka untuk lebih mengenal sejarah Kota Semarang.

Nah, itu dia penjelasan mengenai tradisi dugderan di Kota Semarang. Semoga penjelasan ini dapat menjadi tambahan wawasan untuk kita semua, syukur-syukur kita bisa mengikuti prosesi dugderan secara langsung.

Fela Khoirul
Seorang gadis penuh teka-teki yang sedang berusaha menjadi lebih baik, melalui tulisannya. Memiliki ketertarikan pada skincare, mental health, dan relationship.

Related Posts

7 komentar

  1. Negeri kita tuh bener-bener kaya budayanya, ya. Hampir di tiap daerah punya tradisi masing-masing bagaimana cara menyambut Ramadan dengan versinya masing-masing. Kalau di daerah saya, Sukabumi, ada tradisi papajar, yaitu makan bersama, baik dengan keluarga maupun teman-teman dalam rangka menyambut Ramadan

    BalasHapus
  2. ternyata setiap kota memiliki acara khas yang itu bagian dari warisasn leluhur. Kalau disini namanya ogoh-ogoh. persis kayak ngiring boneka ke suatu tempat dan itu mengundang banyak masyarakat untuk melihat. Seseru itu ya masyarakat menyambut datangnya bulan ramadhan

    BalasHapus
  3. Tau enggak sihhh aku bacanya kayakk kok seruuuu bangettttt. Kayak beneran lagi ada di dugderan heuehuuuu. Btw, filosofinya dalam juga yaa yang soal diadakannya dugderan yang justru untuk menyatukan perbedaan.

    BalasHapus
  4. Wah, namanya menarik sekalik untuk ditelisik, DugDeran. Awal baca langsung mikir, DugDeran nih apa? Saya mencoba menebak kalau Dug dari bedug, Der nya yang bingung merujuk ke apa. Setelah dibaca baru tahu jadinya. Pasti senang masyarakat Semarang setiap Ramadhan datang ada tradisi menarik

    BalasHapus
  5. Unik ya namanya, tadi pas baca galfok lo aku, ta kira deg-degan, terbyata dugderan, salah satu warisan budaya leluhur yang harus dilestarikan nih

    BalasHapus
  6. Meriah sekali tradisi dugderan ya. Pasti seru apalagi diadakan selama satu minggu. Kalau di kabupaten Batu Bara, Sumut. Ada pesta tapai namanya yang selalu jadi tradisi warga setempat setempat menyambut ramadan

    BalasHapus
  7. Setiap daerah punya tradisi tersendiri ya dalam menyambut kedatangan bulan Ramadhan.
    Namun apapun tradisi tersebut maknanya sama sebagai ucapan syukur atas dipertemukan kembali Dengan bulan Ramadhan

    BalasHapus

Posting Komentar