Evanescent - Episode Empat

6 komentar

Kisah-kisah baru terukir manis, akan lebih banyak lagi waktu yang Sandi habiskan bersama Imelda. Gadis itu tidak hanya menemani Sandi, tetapi juga memperkenalkannya dengan hakekat hidup yang selama ini Sandi lupakan. Hannah dan Imelda adalah dua rasa yang berbeda dalam hidup Sandi. Hannah yang dengan keluguannya membuat Sandi begitu mencintainya, sedangkan Imelda merupakan teman yang baik, dewasa, dan sangat mengerti Sandi.

Beberapa kali Imelda mengajak Sandi untuk ikut dalam role play-nya, sebagai pria pemecah teka-teki di balik kematian Hannah Baker. Pemikiran Sandi sekarang  sudah lebih waras. Dia tidak lagi berpikir bahwa kematian Hannah terjadi karena percobaan bunuh diri, melainkan takdir Tuhan yang sudah dikehendakinya untuk terjadi.

Beruntungnya, tidak hanya dapat berteman baik dengan Imelda, Sandi pun berteman dengan teman-teman Imelda. Imelda yang mendekatkan mereka dan menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi di kali pertama mereka bertemu. Imelda sangat ramah dan bersahabat, Sandi pikir itulah mengapa teman-teman Imelda sampai hati memukuli Sandi ketika dia berbuat tidak sopan kepada Imelda.

Ah, Sandi malu jika mengingat saat itu.

“Hai,” sapa Imelda yang baru saja sampai dan duduk di sebelah Sandi. Gadis itu tersenyum kepada Sandi, manis sekali.

Sandi membalas senyum tersebut. “Hai juga,” ucapnya, “Hannah Baker.”

Sandi dan Imelda sama-sama terkekeh mendengar nama Hannah Baker disebut. Bagi mereka, Hannah Baker adalah sesuatu yang unik dan mengikat mereka hingga menjadi sedekat ini.

“Jadi, hari ini kita mau bermain apa? Hmm?” tanya Sandi langsung pada intinya.

Imelda mulai teringat sesuatu. Segera dia merogoh tasnya dan mengambil  dua buah cutter. Satu cutter diberikan kepada Sandi, sedangkan yang satu dia bawa.

“Benda ini—“ Sandi menatap Imelda dengan Intens. “Kamu sedang tidak ingin mengajariku bagaimana cara Hannah Baker mengakhiri hidupnya, ‘kan?”

Imelda menggelengkan kepalanya. “Pikiranmu masih saja kacau, ya, Sandi. Mana mungkin aku melakukan itu. Sekalipun ingin, pasti aku pilih-pilih orang. Yang jelas kamu tidak masuk dalam kriteriaku,” jelasnya. “Aku hanya ingin kamu bermain ‘memori’. Cara mainnya adalah kita menggambar atau menulis sesuatu di sebuah pohon, sebebas kita. Biarkan memori yang menuntun kita untuk mengukir sesuatu, mengalir saja. Permainan ini sedikit konyol, seperti usaha menyakiti pohon yang tidak berdosa. Tapi, aku sudah pilih pohon spesial untuk permainan kita.”

Sandi lantas menatap Imelda dan cutter yang dipegangnya secara bergantian. Ingin dia katakan bahwa permainan Imelda sangat gila, mungkin juga aneh. Namun, begitulah Imelda. Selalu memiliki cara-cara tak teduga dalam menciptakan peristiwa unik bersama Sandi di setiap harinya.

“Baiklah, aku setuju dengan permainanmu. Mari laksanakan,” ucap Sandi sembari bangkit dari posisinya.

Mereka berjalan mendekati sebuah pohon yang tampak usang. Daunnya sudah tidak selebat biasanya, juga tidak setinggi pohon-pohon yang mengelilinginya. Pada batangnya, terdapat beberapa sayatan yang tidak begitu jelas terbaca.

Imelda memperkenalkan pohon tersebut kepada Sandi, berikut dengan filosifinya mengapa sering dijadikan sebagai tempat mengukir sayatan. Imelda pun memiliki nama sendiri untuk pohon tersebut, yaitu paulitz. Nama yang cukup unik menurut Sandi, mengingat maknanya adalah pohon yang berserah diri untuk menjadi elitz.

Sesi perkenalan selesai, Sandi dan Imelda mulai mengukir sesuatu pada batang itu. Sudah pasti yang pertama diukir Sandi adalah nama Hannah, si gadis istimewanya yang bukan lagi menjadi cinta sejatinya. Setelah itu, dia mengukir nama Imelda dalam batang tersebut. Sementara Imelda sendiri, menggambar sesuatu yang tidak Sandi mengerti.

“Suatu saat, kita akan datang ke sini dalam situasi berbeda, tetapi dengan tingkat keharuan yang sangat tinggi,” kata Imelda setelah selesai mengukir.

Sandi hanya membenarkan ucapan Imelda dengan anggukan kepala.

“Nama Hannah pasti kamu ukir pertama. Selamanya dia tidak akan terganti, ‘kan?”  tanya Imelda setelah selesai mengamati ukiran yang dibuat oleh Sandi.

“Ya, selamanya dia tidak pernah dapat terganti oleh siapa pun. Dia sangat spesial. Sama seperti spesialnya tokoh Hannah Baker untukmu dan teman-temanmu, Hannah-ku pun akan selalu kukenang.”

Tidak ada jawaban, Imelda hanya memberikan senyum tipis kepada Sandi. Ekspresinya berubah sulit terdefinisi. Semangatnya yang membara, berganti dengan wajah yang pucat.

“Ada namaku juga di sayatan ini, apa artinya? Apakah kamu kelak tidak akan melupakanku layaknya kamu tidak dapat melupakan Hannah?” tanya Imelda, setelah sebelumnya tidak menanggapi ucapan Sandi.

“Oh, ini iseng saja. Aku bingung harus menulis apalagi, makanya aku menulis namamu karena kamu ada bersamaku,” jawab Sandi sekenanya.

“Ada alasan lain?”

Sandi berpikir sejenak. Kemudian menggeleng. “Tidak, itu saja. Kamu temanku, jadi aku tulis namamu. Tidak ada alasan khusus.”

Imelda kembali terdiam mendengar jawaban Sandi. Kali ini dia memalingkan wajahnya dari Sandi, membekap mereka dalam keadaan hening yang menyiksa. Sebenarnya sedari tadi Sandi perubahan mimik mengamati Imelda yang tidak seceria biasanya, tetapi dia tidak tahu bagaimana cara menanyakan hal itu kepada Imelda. Sandi takut menyinggung Imelda.

Apakah Imelda sedang ada masalah?

Ataukah dia sakit Gigi?

“Ah, iya, bagaimana dengan gambarmu? Apa maksud dari gambarmu itu?” Sandi berusaha mengusir keheningan dengan memberikan pertanyaan mengenai gambaran Imelda. Entahlah, sebenarnya Sandi ingin bertanya tentang perubahan sikap Imelda hari ini. Hanya saja pertanyaan yang keluar dari mulutnya adalah pertanyaan mengenai gambaran Imelda pada sayatan pohon.

Imelda lantas mengubah posisi berdirinya, menutupi gambar yang tadi dibuatnya. “Ini tentang perasaanku.” Imelda langsung menutup mulutnya dengan dua jari setelah mengatakan itu, seperti salah tingkah. Setelahnya, dia menyandarkan tubuh di pohon. “Gambarku tidak penting, hanya edisi iseng-iseng. Aku tidak memiliki makna apa pun.

Sandi tidak percaya dengan itu, tidak mungkin orang melakukan sesuatu tanpa punya alasan yang jelas. Orang makan saja memiliki alasan, yakni karena dia merasa lapar. Jika Imelda mengatakan bahwa gambar ini tanpa makna, berarti Imelda sedang berdusta kepada Sandi.

Baru saja Sandi ingin membuka mulutnya untuk menanyakan tentang kecurigaannnya kepada Imelda, gadis itu tiba-tiba membungkam mulut Sandi dengan sebuah pertanyaan.

“Jika aku katakan bahwa kamu telah menodaiku dengan mencuri ciuman pertamaku, apa yang akan kamu lakukan?”

Bersambung ...

Fela Khoirul
Seorang gadis penuh teka-teki yang sedang berusaha menjadi lebih baik, melalui tulisannya. Memiliki ketertarikan pada skincare, mental health, dan relationship.

Related Posts

6 komentar

Posting Komentar