Menyadari Kemampuan, Bukti Menyayangi Diri Sendiri

Cara mengembangkan diri dengan memahami sejauh mana kemampuan kita

Pernahkah ketika kalian melihat sesuatu yang luar biasa, merasa ingin memilikinya dan menggenggamnya erat?

Jika iya, apa yang kalian lakukan untuk menggapainya? Apakah berusaha sekuat tenaga untuk mewujudkan keinginan itu atau justru mengubur keinginan tersebut karena merasa mimpimu terlalu tinggi untuk digapai.
Wahai Teman, ketahuilah bahwa setiap manusia memiliki hak yang sama untuk mengejar apa yang menjadi harapannya. Sesulit apa pun jalannya, selalu ada jalan yang baik untuk mengejar apa yang sudah menjadi takdir kita. Namun, ketahui juga bahwa dalam menggapai impian, harus ada beberapa hal yang dikorbankan. Entah itu waktu, tenaga, pikiran, atau justru kebahagiaan. Karena hal yang indah sering kali menempatkan kita pada situasi sulit, yang bahkan tidak kita kehendaki sebelumnua.

Aku jadi teringat pada kisah salah satu temanku. Dia tipikal orang yang menggebu-gebu ketika menginginkan sesuati. Lalu dia pernah berkata kepadaku, "Aku ingin mengrjar skripsi secepat mungkin agar aku bisa sidang bulan Desember."

Ketika itu aku refleks menjawab, "Kamu yakin? Apa itu tidak terlalu cepat? Ini udah Agustus loh dan kamu baru mau mulai bimbingan."

"Aku yakin bisa kok. Asal ngerjainnya setiap hari, enggak ada yang enggak mungkin, 'kan?"

Akhirnya aku memilih diam dan membiarkan dia mengejar mimpi yang tampak menggebu itu. Meski sejujurnya aku meragukan ucapan tersebut karena tahu bahwa mengerjakan skripsi itu tidak mudah dan banyak tekanan tak terduga ketika proses pengerjaan skripsi. Akan tetapi, tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Bisa saja dengan tekad yang bulat, dia dapat membuktikan ucapannya itu.

Sayangnya, target tersebut meleset. Dia belum berhasil menyelesaikan skripsinya pada bulan Desember, melainkan menyelesaikan pengerjaan skripsi tersebut pada bulan Maret. Namun, kuakui tekadnya sangat kuat dan patut ditiru. Dia benar-benar fokus terhadap tujuan, meski ada beberapa hal yang harus dikorbankannya.

Karena temanku selalu terbayangi oleh skripsi, dia menjadi jarang kumpul bersama teman-temannya. Sedangkan maksud dari perkumpulan ini adalah untuk membahas progres skripsi dan saling membantu kesulitan satu sama lain.

Waktu-waktu yang ada, jarang digunakan untuk beristirahat. Full untuk menyelesaikan pengerjaan skripsi. Imbasnya pada tekanan yang tinggi di pikirannya, hingga menimbulkan ketidakfokusan pada dirinya sendiri.

Saat dia sidang, aku mendatangi rumahnya untuk memberi dukungan kepadanya. Dan kebetulan kami skripsian ketika pandemi, jadi semua kegiatan perkuliahan dialihkan menjadi daring. Lalu betapa terkejutnya aku ketika mendapati bahwa proses sidang tersebut cukup menguras emosi.

"Kamu itu paham tentang apa yang kamu tulis atau tidak, sih? Mengapa ketika saya tanya, justru kamu mengembalikan pertanyaan ke saya? Gimana kami yakin kalau penelitian kamu ini penting, kalau kamu main iya-iya saja."

Kira-kira begitulah ucapan dari dosen penguji yang aku dengar. Temanku yang setiap ditanya tidak dapat memberikan jawaban memuaskan, harus teruji mentalnya karena dibantai abis-abisan oleh dosen.

Saat itu aku tidak dapat membantu banyak karena memang kesalahannya cukup fatal. Kata dosen, tulisan temenku ini panjang, tetapi tidak ada intinya dan bisa disebut sebagai omong kosong belaka. Informan yang dipilih pun terkesan mengada-ada karena informan yang dipilihnya adalah teman satu jurusannya. Paling parah, temanku tidak bisa menjelaskan mengenai referensi yang dia pilih, sehingga membuat dosen curiga bahwa skripsi itu tidak ditulis olehnya.

Aku lumayan ter-distract dengan suasana sidang itu. Aku sampai tidak ingin buru-buru menyelesaikan penherjaan skripsiku, takut masih kurang matang dan akan dibabat habis ketika sidang nanti. Namun, karena desakan dosen pembimbingku dan terdapat rasa tidak rela ditinggal lulus oleh teman-teman, membuatku semangat menyelesaikan skripsi. Lalu ketika segala proses dalam skripsi selesai, aku baru memahami makna pengerjaan skripsi yang sebenarnya.

Dalam mengerjakan skripsi, jangan terlalu memburu waktu atau memasang target yang tinggi dalam menyelesaikan proses penulisan. Pelan-pelan saja langkahnya, sambil memahami sebenarnya apa yang perlu dan tidak perlu kita tulis. Rajin-rajinlah membaca referensi karena itu akan membuat kita paham bagaimana penulisan skripsi yang baik. Lalu jika kita lelah, boleh berhenti sejenak dan merileksan otak. Setelah itu, atur waktu yang tepat untuk mengejarnya dan jangan membiarkan diri kita terbawa oleh kemalasan.

Boleh saja kita mengharapkan hasil yang maksimal dengan waktu yang relatif singkat, tetapi harus disesuaikan dengan kemampuan kita. Apa kita sanggup, apa pola pikir kita sudah matang, dan apa mental kita cukup kuat dalam menghadapi situasi tak terduga. Karena jika hanya mengandalkan keinginan yang menggebu tanpa adanya persiapan matang, akan merugikan diri kita nanti. Bukannya mendapatkan hasil yang sesuai, justru keinginan tersebut akan menghadirkan masalah besar di kemudian hari.

Ketika ingin mengejar mimpi, sadarilah bahwa tiap orang memiliki fase yang berbeda dan alur penyelesaian yang berbeda pula. Jangan karena seseorang dapat melakukannya dengan sempurna, kita malah menjadikannya sebagai acuan untuk menyelesaikan sesuatu. Pahami dulu sejauh mana kemampuan kita, jangan paksakan diri untuk melakukan hal-hal yang tidak bisa kita lakukan. Karena nantinya hal tersebut akan membuat kita tertekan dan memilih untuk berhenti di tengah jalan.

So, dibanding mengejar sesuatu yang dari kejauhan tampak berkilauan, lebih baik kita memperbaiki diri dan berusaha meningkatkan kemampuan masing-masing. Karena jika kita pantas mendapatkannya, hal tersebut tetap akan menjadi milik kita di waktu yang tepat. 
Fela Khoirul
Seorang gadis penuh teka-teki yang sedang berusaha menjadi lebih baik, melalui tulisannya. Memiliki ketertarikan pada skincare, mental health, dan relationship.

Related Posts

Posting Komentar