Apa yang ada di pikiran kalian ketika pertama kali membaca judul tulisan
ini? Apakah ada dari kalian tulisan ini ingin membahas tentang perbedaan antara
seseorang yang menjadi organisatoris dengan seorang apatis? Jika benar, aku
harus memberikan tanda silang kepada kalian.
Tulisan ini bukan untuk membandingkan kedua hal tersebut.
Aku adalah seorang mahasiswa yang sudah memasuki semester lima
perkuliahan, seorang organisatoris yang berjiwa apatis. Ya, benar sekali, aku
ada di keduanya. Aku tidak dapat memilih salah satu karena memang aku ada di
keduanya.
Beruntunglah kalian jika sewaktu sekolah masih sudah aktif
berorganisasi, tidak sepertiku yang ikut berorganisasi karena bujukan temanku. Ya,
bodoh memang, aku memasuki dunia yang berbanding terbalik dengan hidupku selama
ini, hanya karena mendengar bujukan teman. Padahal ketika itu, aku berkata pada
diriku untuk tidak terjun ke organisasi karena telah merasakan betapa organisasi
di kampus sangat tidak sesuai denganku ketika ikut dalam magang organisasi.
Sebelum masuk ke dalam organisasi, memang ada istilah magang. Aku bingung
bagaimana menjelaskannya, tetapi magang di sini semacam bimbingan dari kakak
tingkat yang telah masuk dalam departemen tertentu agar anak magang siap untuk
masuk ke dalam organisasi dan meneruskan program kerja. Dulu sewaktu masih
magang, aku masuk dalam Divisi PSDM (PEmberdayaan Sumber Daya Manusia). Divisi ini
sangat berat untukku yang baru masuk ke organisasi karena harus berhadapan
dengan banyak orang, dengan teman satu divisi yang menurutku super keren.
Satu semester berada di satu divisi yang tidak aku inginkan, aku sering hilang
begitu saja. Bahkan membuka grup pun tidak. Rapat pun hanya aku lakukan
beberapa kali saja. Namun, saat itu divisi PSDM terdapat satu program kerja
yang cukup berat, yaitu mengadakan acara welcome party. Mau tidak mau
aku harus lebih sering berkontribusi dalam acara tersebut.
Satu hal yang tidak aku suka dalam rapat organisasi adalah sering
diadakan pada malam hari dan membuatku harus pulang sangat malam. Sebenarnya hal
ini wajar, mengingat kebanyakan mahasiswa adalah anak kos yang bebas pulang
kapan saja. Namun, mahasiswa yang sering dicari orang tua sepertiku tidak akan
kuat dengan rutinitas rapat yang demikian.
Lucunya setelah melewati rasa tidak suka itu, aku harus terjebak dalam sebuah
organisasi lagi dengan tanggung jawab lebih besar dan membuatku memahami makna
dari organisasi.
Sayangnya pada tulisan ini, aku belum dapat menjelaskan lebih jauh tentang
bagaimana seorang mahasiswa yang tidak suka berorganisasi sepertiku berubah
menjadi seorang yang mimiliki tanggung jawab besar dalam organisasi. Namun, aku
akan jelaskan pada postingan selanjutnya.
Saya suka banget berorganisasi, kak... Tapi saya harus menekan keinginan berorganisasi, karena orang-orang disekitar tidak mendukung😁
BalasHapusWah, Kakak ternyata berjiwa organisatoris. Kalo aku banyak yang mendukung, cuma suka males emang 😃
HapusHwaaa ketika amanah sudah di pundak mau tidak mau harus diterjaang.. Semangat kak ditunggu lanjutanya ;)
BalasHapuspenasaran dengan postingan selanjutnya ka, mau rekam jejak deh
BalasHapusPenasaran gimana jadinya kok bisa terjebak ya? Hmmm
BalasHapusSudah basah, kepalang tanggung. Niatnya coba-coba, lama-lama betah juga! hehe...
BalasHapusorganisasi pasca dunia kampus?
BalasHapusIya, benar Kak 😄
Hapus