Organisatoris atau Apatis?

8 komentar

Apa yang ada di pikiran kalian ketika pertama kali membaca judul tulisan ini? Apakah ada dari kalian tulisan ini ingin membahas tentang perbedaan antara seseorang yang menjadi organisatoris dengan seorang apatis? Jika benar, aku harus memberikan tanda silang kepada kalian.

Tulisan ini bukan untuk membandingkan kedua hal tersebut.

Aku adalah seorang mahasiswa yang sudah memasuki semester lima perkuliahan, seorang organisatoris yang berjiwa apatis. Ya, benar sekali, aku ada di keduanya. Aku tidak dapat memilih salah satu karena memang aku ada di keduanya.

Beruntunglah kalian jika sewaktu sekolah masih sudah aktif berorganisasi, tidak sepertiku yang ikut berorganisasi karena bujukan temanku. Ya, bodoh memang, aku memasuki dunia yang berbanding terbalik dengan hidupku selama ini, hanya karena mendengar bujukan teman. Padahal ketika itu, aku berkata pada diriku untuk tidak terjun ke organisasi karena telah merasakan betapa organisasi di kampus sangat tidak sesuai denganku ketika ikut dalam magang organisasi.

Sebelum masuk ke dalam organisasi, memang ada istilah magang. Aku bingung bagaimana menjelaskannya, tetapi magang di sini semacam bimbingan dari kakak tingkat yang telah masuk dalam departemen tertentu agar anak magang siap untuk masuk ke dalam organisasi dan meneruskan program kerja. Dulu sewaktu masih magang, aku masuk dalam Divisi PSDM (PEmberdayaan Sumber Daya Manusia). Divisi ini sangat berat untukku yang baru masuk ke organisasi karena harus berhadapan dengan banyak orang, dengan teman satu divisi yang menurutku super keren.

Satu semester berada di satu divisi yang tidak aku inginkan, aku sering hilang begitu saja. Bahkan membuka grup pun tidak. Rapat pun hanya aku lakukan beberapa kali saja. Namun, saat itu divisi PSDM terdapat satu program kerja yang cukup berat, yaitu mengadakan acara welcome party. Mau tidak mau aku harus lebih sering berkontribusi dalam acara tersebut.

Satu hal yang tidak aku suka dalam rapat organisasi adalah sering diadakan pada malam hari dan membuatku harus pulang sangat malam. Sebenarnya hal ini wajar, mengingat kebanyakan mahasiswa adalah anak kos yang bebas pulang kapan saja. Namun, mahasiswa yang sering dicari orang tua sepertiku tidak akan kuat dengan rutinitas rapat yang demikian.

Lucunya setelah melewati rasa tidak suka itu, aku harus terjebak dalam sebuah organisasi lagi dengan tanggung jawab lebih besar dan membuatku memahami makna dari organisasi.

Sayangnya pada tulisan ini, aku belum dapat menjelaskan lebih jauh tentang bagaimana seorang mahasiswa yang tidak suka berorganisasi sepertiku berubah menjadi seorang yang mimiliki tanggung jawab besar dalam organisasi. Namun, aku akan jelaskan pada postingan selanjutnya.

Fela Khoirul
Seorang gadis penuh teka-teki yang sedang berusaha menjadi lebih baik, melalui tulisannya. Memiliki ketertarikan pada skincare, mental health, dan relationship.

Related Posts

8 komentar

  1. Saya suka banget berorganisasi, kak... Tapi saya harus menekan keinginan berorganisasi, karena orang-orang disekitar tidak mendukung😁

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, Kakak ternyata berjiwa organisatoris. Kalo aku banyak yang mendukung, cuma suka males emang 😃

      Hapus
  2. Hwaaa ketika amanah sudah di pundak mau tidak mau harus diterjaang.. Semangat kak ditunggu lanjutanya ;)

    BalasHapus
  3. penasaran dengan postingan selanjutnya ka, mau rekam jejak deh

    BalasHapus
  4. Penasaran gimana jadinya kok bisa terjebak ya? Hmmm

    BalasHapus
  5. Sudah basah, kepalang tanggung. Niatnya coba-coba, lama-lama betah juga! hehe...

    BalasHapus
  6. organisasi pasca dunia kampus?

    BalasHapus

Posting Komentar